Overdressed: The Shockingly High Cost of Cheap Fashion

overdressed the shockingly high cost of cheap fashion book review

Salah satu resolusi saya di tahun ini adalah membaca sebanyak dua belas buku. Di tengah tahun ini, sudah enam buku yang telah dibaca. Salah satunya adalah buku yang berjudul Overdressed: The Shockingly High Cost of Cheap Fashion oleh Elizabeth L. Cline.

Dulu saya tipe orang yang suka membaca buku populer, atau buku karangan orang-orang terkenal, bahkan buku yang menurut saya memiliki kover lucu. Seiring dengan waktu, buku-buku yang saya baca cenderung kepada buku-buku yang bisa memberikan pengetahuan lebih agar kualitas hidup saya menjadi lebih baik. Sehingga bisa memberikan pengaruh yang baik kepada lingkungan sekitar saya secara langsung maupun tidak langsung.

Kebetulan, ketika saya mencari inspirasi saya tidak sengaja menemukan blog Anuschka Rees (pengarang buku The Curated Closet). Di blog tersebut, Anuschka Rees menulis post apa saja yang dia baca. Darisitulah saya menemukan referensi buku ini.

Setelah mencari buku ini tidak ada dimana-mana (Kinokuniya, Periplus, Gramedia juga tidak tersedia saat itu), akhirnya saya meminta tolong teman saya yang kebetulan pergi ke Singapore. Dan di Kinokuniya Singapore pun hanya tersisa satu saja.

Dalam buku Overdressed ini saya banyak belajar tentang dunia fashion yang sesungguhnya. Bukan hanya sekadar gaya apa yang sedang atau yang akan nge-tren selanjutnya. Buku ini benar-benar membuka pikiran saya tentang fashion. Overdressed menjelaskan dengan detail mengenai fast-fashion. Awalnya saya juga nggak paham tentang fast-fashion. Setelah nonton The True Cost, saya sedikit mengerti dan semakin jelas setelah membaca buku ini.

Sebelumnya, saya membeli baju tidak pernah berpikir baju ini dibuat dimana, jenis kain apa yang digunakan untuk membuat pakaian ini, apakah yang membuat pakaian ini digaji dengan layak, dan sebagainya. Kapan lagi sih membeli baju murah dengan brand ternama? Kalau tidak cocok pun besok bisa beli lagi baju baru. Inilah konsep sekilas fast-fashion. Pakaian dengan harga terjangkau dengan koleksi yang berubah dengan cepat.

Melalui buku ini juga saya mengetahui sejarah industri fashion seperti apa. Selain itu, banyak faktor yang harus lebih kita perhatikan ketika membeli pakaian. Karena ternyata banyak perusahaan besar yang tidak memperhatikan sisi manusiawi pabrik yang membuat pakaian mereka. Pabrik pakaian sebagian besar tersebar di Asia, mulai dari China, Bangladesh, Kamboja, Indonesia, Thailand, Vietnam, dan lain-lain. Perusahaan-perusahaan pakaian besar di dunia memilih pabrik di negara tersebut karena lebih murah daripada harus menggunakan pabrik di negara asalnya. Dengan menekan biaya pekerja, pakaian-pakaian tersebut bisa dijual dengan murah dan juga cepat terjual sehingga mereka bisa cepat mengganti koleksi pakaian.

Perubahan yang dialami saya setelah membaca buku ini cukup signifikan. Ketika saya membeli pakaian, yang pertama kali saya cek adalah jenis kain yang digunakan untuk membuat pakaian tersebut. Sebisa mungkin, pakaian yang saya pilih harus (minimal) 100% katun atau jika memungkinkan katun organik. Rata-rata jenis bahan yang digunakan untuk membuat pakaian sekarang adalah polyester. Polyester merupakan bahan murah yang terbuat dari plastik. Plastik tersebut dibuat dari bahan bakar fosil yang tentunya tidak ramah lingkungan. Namun ada beberapa brand yang sudah mulai menggunakan 'Recycled Polyester' untuk membuat pakaian. Kemudian, saya juga mengecek pakaian tersebut dibuat dimana. Jika dibuat di Bangladesh, Vietnam, atau beberapa negara dengan upah yang sangat minim, lebih baik tidak usah.

Mungkin beberapa teman saya menganggap saya sangat 'rempong'. Ketika saya menceritakan cara belanja saya yang sekarang, teman saya bilang, "Parno banget sih lo." Memang saya akui, saya lebih rempong sekarang. Tapi ini bukan hanya demi kebaikan saya. Menumbuhkan kesadaran tentang hal ini memang tidak mudah.

Seandainya saya bisa membaca buku ini sejak dulu, mungkin lemari pakaian saya akan terisi dengan pakaian yang benar-benar memiliki kualitas, dibandingkan kuantitas. Pakaian berkualitas bukan berarti pakaian yang 'branded'. Lalu bagaimana caranya kita mengetahui bahwa pakaian tersebut berkualitas? Educate yourself about clothing industry by reading this book.

Winny Irmarooke

Trying to live sustainably.

https://winnyirmarooke.com
Previous
Previous

A Visit To Gardens By The Bay

Next
Next

Jalan-jalan ke Tegal